Moralitas Koruptor
Abstrak
Lydia Tamara , 4ea17, 14211185
Korupsi adalah suatu tindak pidana yang melibatkan beberapa orang untuk meraih keuntungan tertentu dengan cara yang dilarang seperti penyuapan, pencurian sumberdaya, penyalahgunaan kekuasaan dan sebagainya. Ada banyak faktor yang mempengaruhi korupsi salah satunya faktor klasik dan modern. Korupsi menjadi sulit diberantas karena bangsa dari Negara itu sendiri dan penegakan hukumnya. Dampaknya bagi dunia usaha adalah korupsi memperbesar biaya perusahaan karena perusahaan harus membayar biaya-biaya tidak resmi dan biaya tambahan karena tindakan korupsi. Korupsi dinilai dapat diberantas dengan cara strategi preventif, deduktif dan represif.
Pendahuluan
Kasus korupsi dibeberapa Negara sudah menjadi hal yang biasa dan sekaligus menjadi masalah yang mengancam bagi kesejahteraan Negara tersebut termasuk Indonesia. Kerugian korupsi dinilai tak tanggung-tanggung jumlahnya. Oleh karena itu korupsi pasti sangan berdampak bagi perekonomian suatu Negara termasuk dalam dunia bisnis.
Dalam menghadapi ini, perusahaan juga dirugikan karena perusahaan harus membayar biaya-biaya tidak resmi dan biaya tambahan karena tindakan korupsi. perusahaan biasanya akan menggeser beban biaya tambahan ini pada konsumen dengan cara menaikkan harga barang yang dijualnya. Kenaikan harga barang ini akan mengurangi daya beli konsumen dan beberapa kerugian lainnya. Oleh karena itu korupsi harus bersama-sama diberantas secara solid dan konsekuen.
Landasan Teori
Pengertian Korupsi
Korupsi dan koruptor berasal dari bahasa latin corruptus, yakni berubah dari kondisi yang adil, benar dan jujur menjadi kondisi yang sebaliknya. Sedangkan kata corruptio berasal dari kata kerja corrumpere, yang berarti busuk, rusak, menggoyahkan, memutar balik, menyogok, orang yang dirusak, dipikat, atau disuap
Model, Bentuk dan Jenis Korupsi
Tindak pidana korupsi dalam berbagai bentuk mencakup pemerasan, penyuapan dan gratifikasi pada dasarnya telah terjadi sejak lama dengan pelaku mulai dari pejabat negara sampai pegawai yang paling rendah. Korupsi pada hakekatnya berawal dari suatu kebiasaan (habit) yang tidak disadari oleh setiap aparat, mulai dari kebiasaan menerima upeti, hadiah, suap, pemberian fasilitas tertentu ataupun yang lain dan pada akhirnya kebiasaan tersebut lama-lama akan menjadi bibit korupsi yang nyata dan dapat merugikan keuangan negara.
Beberapa bentuk korupsi diantaranya adalah sebagai berikut:
- Penyuapan (bribery) mencakup tindakan memberi dan menerima suap, baik berupa uang maupun barang.
- Embezzlement, merupakan tindakan penipuan dan pencurian sumber daya yang dilakukan oleh pihak-pihak tertentu yang mengelola sumber daya tersebut, baik berupa dana publik atau sumber daya alam tertentu.
- Fraud, merupakan suatu tindakan kejahatan ekonomi yang melibatkan penipuan (trickery or swindle). Termasuk didalamnya proses manipulasi atau mendistorsi informasi dan fakta dengan tujuan mengambil keuntungan-keuntungan tertentu.
- Extortion, tindakan meminta uang atau sumber daya lainnya dengan cara paksa atau disertai dengan intimidasi-intimidasi tertentu oleh pihak yang memiliki kekuasaan. Lazimnya dilakukan oleh mafia-mafia lokal dan regional.
- Favouritism, adalah mekanisme penyalahgunaan kekuasaan yang berimplikasi pada tindakan privatisasi sumber daya.
- Melanggar hukum yang berlaku dan merugikan negara.
- Serba kerahasiaan, meskipun dilakukan secara kolektif atau korupsi berjamaah.
Jenis korupsi yang lebih operasional juga diklasifikasikan oleh tokoh reformasi, M. Amien Rais yang menyatakan sedikitnya ada empat jenis korupsi, yaitu (Anwar, 2006:18):
- Korupsi ekstortif, yakni berupa sogokan atau suap yang dilakukan pengusaha kepada penguasa.
- Korupsi manipulatif, seperti permintaan seseorang yang memiliki kepentingan ekonomi kepada eksekutif atau legislatif untuk membuat peraturan atau UU yang menguntungkan bagi usaha ekonominya.
- Korupsi nepotistik, yaitu terjadinya korupsi karena ada ikatan kekeluargaan, pertemanan, dan sebagainya.
- Korupsi subversif, yakni mereka yang merampok kekayaan negara secara sewenang-wenang untuk dialihkan ke pihak asing dengan sejumlah keuntungan pribadi.
Diantara model-model korupsi yang sering terjadi secara praktis adalah: pungutan liar, penyuapan, pemerasan, penggelapan, penyelundupan, pemberian (hadiah atau hibah) yang berkaitan dengan jabatan atau profesi seseorang.
Jeremy Pope (2007: xxvi) mengutip dari Gerald E. Caiden dalam Toward a General Theory of Official Corruption menguraikan secara rinci bentuk-bentuk korupsi yang umum dikenal, yaitu:
- Berkhianat, subversif, transaksi luar negeri ilegal, penyelundupan.
- Penggelapan barang milik lembaga, swastanisasi anggaran pemerintah, menipu dan mencuri.
- Penggunaan uang yang tidak tepat, pemalsuan dokumen dan penggelapan uang, mengalirkan uang lembaga ke rekening pribadi, menggelapkan pajak, menyalahgunakan dana.
- Penyalahgunaan wewenang, intimidasi, menyiksa, penganiayaan, memberi ampun dan grasi tidak pada tempatnya.
- Menipu dan mengecoh, memberi kesan yang salah, mencurangi dan memperdaya, memeras.
- Mengabaikan keadilan, melanggar hukum, memberikan kesaksian palsu, menahan secara tidak sah, menjebak.
- Tidak menjalankan tugas, desersi, hidup menempel pada orang lain seperti benalu.
- Penyuapan dan penyogokan, memeras, mengutip pungutan, meminta komisi.
- Menjegal pemilihan umum, memalsukan kartu suara, membagi-bagi wilayah pemilihan umum agar bisa unggul.
- Menggunakan informasi internal dan informasi rahasia untuk kepentingan pribadi; membuat laporan palsu.
- Menjual tanpa izin jabatan pemerintah, barang milik pemerintah, dan surat izin pemrintah.
- Manipulasi peraturan, pembelian barang persediaan, kontrak, dan pinjaman uang.
- Menghindari pajak, meraih laba berlebih-lebihan.
- Menjual pengaruh, menawarkan jasa perantara, konflik kepentingan.
- Menerima hadiah, uang jasa, uang pelicin dan hiburan, perjalanan yang tidak pada tempatnya.
- Berhubungan dengan organisasi kejahatan, operasi pasar gelap.
- Perkoncoan, menutupi kejahatan.
- Memata-matai secara tidak sah, menyalahgunakan telekomunikasi dan pos.
- Menyalahgunakan stempel dan kertas surat kantor, rumah jabatan, dan hak istimewa jabatan.
Ciri-ciri korupsi
Adapun ciri-ciri korupsi, antara lain:
- Melibatkan lebih dari satu orang. Setiap perbuatan korupsi tidak mungkin dilakukan sendiri, pasti melibatkan lebih dari satu orang. Bahkan, pada perkembangannya acapkali dilakukan secara bersama-sama untuk menyulitkan pengusutan.
- Serba kerahasiaan. Meski dilakukan bersama-sama, korupsi dilakukan dalam koridor kerahasiaan yang sangat ketat. Masing-masing pihak yang terlibat akan berusaha semaksimal mungkin menutupi apa yang telah dilakukan.
- Melibat elemen perizinan dan keuntungan timbal balik. Yang dimaksud elemen perizinan adalah bidang strategis yang dikuasai oleh negara menyangkut pengembangan usaha tertentu. Misalnya izin mendirikan bangunan, izin perusahaan,dan lain-lain.
- Selalu berusaha menyembunyikan perbuatan/maksud tertentu dibalik kebenaran.
- Koruptor menginginkan keputusan-keputusan yang tegas dan memiliki pengaruh. Senantiasa berusaha mempengaruhi pengambil kebijakan agar berpihak padanya. Mengutamakan kepentingannya dan melindungi segala apa yang diinginkan.
- Tindakan korupsi mengundang penipuan yang dilakukan oleh badan hukum publik dan masyarakat umum. Badan hukum yang dimaksud suatu lembaga yang bergerak dalam pelayanan publik atau penyedia barang dan jasa kepentingan publik.
- Setiap tindak korupsi adalah pengkhianatan kepercayaan. Ketika seseorang berjuang meraih kedudukan tertentu, dia pasti berjanji akan melakukan hal yang terbaik untuk kepentingan semua pihak. Tetapi setelah mendapat kepercayaanm kedudukan tidak pernah melakukan apa yang telah dijanjikan.
- Setiap bentuk korupsi melibatkan fungsi ganda yang kontradiktif dari koruptor sendiri. Sikap dermawan dari koruptor yang acap ditampilkan di hadapan publik adalah bentuk fungsi ganda yang kontradiktif. Di satu pihak sang koruptor menunjukkan perilaku menyembunyikan tujuan untuk menyeret semua pihak untuk ikut bertanggung jawab, di pihak lain dia menggunakan perilaku tadi untuk meningkatkan posisi tawarannya.
Faktor Penyebab Korupsi
Korupsi dapat terjadi karena beberapa factor yang mempengaruhi pelaku korupsi itu sendiri atau yang biasa kita sebut koruptor. Adapun sebab-sebabnya, antara lain:
- Klasik
- a) Ketiadaan dan kelemahan pemimpin. Ketidakmampuan pemimpin untuk menjalankan tugas dan tanggung jawabnya, merupakan peluang bawahan melakukan korupsi. Pemimpin yang bodoh tidak mungkin mampu melakukan kontrol manajemen lembaganya.kelemahan pemimpin ini juga termasuk ke-leadership-an, artinya, seorang pemimpin yang tidak memiliki karisma, akan mudah dipermainkan anak buahnya. Leadership dibutuhkan untuk menumbuhkan rasa takut, ewuh poakewuh di kalangan staf untuk melakukan penyimpangan.
- b) Kelemahan pengajaran dan etika. Hal ini terkait dengan sistem pendidikan dan substansi pengajaran yang diberikan. Pola pengajaran etika dan moral lebih ditekankan pada pemahaman teoritis, tanpa disertai dengan bentuk-bentuk pengimplementasiannya.
- c) Kolonialisme dan penjajahan. Penjajah telah menjadikan bangsa ini menjadi bangsa yang tergantung, lebih memilih pasrah daripada berusaha dan senantiasa menempatkan diri sebagai bawahan. Sementara, dalam pengembangan usaha, mereka lebih cenderung berlindung di balik kekuasaan (penjajah) dengan melakukan kolusi dan nepotisme. Sifat dan kepribadian inilah yang menyebabkan munculnya kecenderungan sebagian orang melakukan korupsi.
- d) Rendahnya pendidikan. Masalah ini sering pula sebagai penyebab timbulnya korupsi. Minimnya ketrampilan, skill, dan kemampuan membuka peluang usaha adalah wujud rendahnya pendidikan. Dengan berbagai keterbatasan itulah mereka berupaya mencsri peluang dengan menggunakan kedudukannya untuk memperoleh keuntungan yang besar. Yang dimaksud rendahnya pendidikan di sini adalah komitmen terhadap pendidikan yang dimiliki. Karena pada kenyataannya, para koruptor rata-rata memiliki tingkat pendidikan yang memadai, kemampuan, dan skill.
- e) Kemiskinan. Keinginan yang berlebihan tanpa disertai instropeksi diri atas kemampuan dan modal yang dimiliki mengantarkan seseorang cenderung melakukan apa saja yang dapat mengangkat derajatnya. Atas keinginannya yang berlebihan ini, orang akan menggunakan kesempatan untuk mengeruk keuntungan yang sebesar-besarnya.
- f) Tidak adanya hukuman yang keras, seperti hukuman mati, seumur hidup atau di buang ke Pulau Nusakambangan. Hukuman seperti itulah yang diperlukan untuk menuntaskan tindak korupsi.
- g) Kelangkaan lingkungan yang subur untuk perilaku korupsi.
- Modern
- a) Rendahnya Sumber Daya Manusia.
Penyebab korupsi yang tergolong modern itu sebagai akibat rendahnya sumber daya manusia. Kelemahan SDM ada empat komponen, sebagai berikut:
- Bagian kepala, yakni menyangkut kemampuan seseorang menguasai permasalahan yang berkaitan dengan sains dan knowledge.
- Bagian hati, menyangkut komitmen moral masing-masing komponen bangsa, baik dirinya maupun untuk kepentingan bangsa dan negara, kepentingan dunia usaha, dan kepentingan seluruh umat manusia.komitmen mengandung tanggung jawab untuk melakukan sesuatu hanya yang terbaik dan menguntungkan semua pihak.
- Aspek skill atau keterampilan, yakni kemampuan seseorang dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya.
- Fisik atau kesehatan. Ini menyangkut kemanpuan seseorang mengemban tanggung jawab yang diberikan. Betapa pun memiliki kemampuan dan komitmen tinggi, tetapi bila tidak ditunjang dengan kesehatan yang prima, tidak mungkin standar dalam mencapai tujuann.
- b) Struktur Ekonomi
Pada masa lalu struktur ekonomi yang terkait dengan kebijakan ekonomi dan pengembangannya dilakukan secara bertahap. Sekarang tidak ada konsep itu lagi. Dihapus tanpa ada penggantinya, sehingga semuanya tidak karuan, tidak dijamin. Jadi, kita terlalu memporak-perandakan produk lama yang bagus.
Faktor-faktor lainnya, yaitu :
- Penegakan hukum tidak konsisten, penegakan hukum hanya sebagai make up politik, sifatnya sementara, selalu berubah setiap berganti pemerintahan.
- Penyalahgunaan kekuasaan/wewenanng, takut dianggap bodoh kalau tidak menggunakan kesempatan.
- Langkanya lingkungan yang antikorup, sistem dan pedoman antikorupsi hanya dilakukan sebatas formalitas.
- Rendahnya pendapatan penyelenggara Negara. Pendapatan yang diperoleh harus mampu memenuhi kebutuhan penyelenggara Negara, mampu mendorong penyelenggara Negara untuk berprestasi dan memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat.
- Kemiskinan, keserakahan, masyarakat kurang mampu melakukan korupsi karena kesulitan ekonomi. Sedangkan mereka yang berkecukupan melakukan korupsi karena serakah, tidak pernah puas dan menghalalkan segala cara untuk mendapatkan keuntungan.
- Budaya memberi upeti, imbalan jasa dan hadiah.
- Konsekuensi bila ditangkap lebih rendah daripada keuntungan korupsi, saat tertangkap bisa menyuap penegak hukum sehingga dibebaskan atau setidaknya diringankan hukumannya.
- Budaya permisif/serba membolehkan, tidak mau tahu, menganggap biasa bila sering terjadi. Tidak peduli orang lain, asal kepentingannya sendiri terlindungi.
- Gagalnya pendidikan agama dan etika. Pendapat Franz Magnis Suseno bahwa agama telah gagal menjadi pembendung moral bangsa dalam mencegah korupsi karena perilaku masyarakat yang memeluk agama itu sendiri. Sebenarnya agama bisa memainkan peran yang lebih besar dalam konteks kehidupan sosial dibandingkan institusi lainnya, sebab agama memiliki relasi atau hubungan emosional dengan para pemeluknya. Jika diterapkan dengan benar kekuatan relasi emosional yang dimiliki agama bisa menyadarkan umat bahwa korupsi bisa membawa dampak yang sangat buruk
Faktor yang menyebabkan korupsi sulit untuk diberantas di Indonesia
- Penyakit Kronis Bangsa Indonesia
Selama hampir lebih tiga puluh dua tahun rezim orde baru berkuasa, dalam kurun masa itu penyakit dan virus korupsi berkembang subur. Keberadaannya dilindungi dan dikembang biakkan. Pertumbuhan yang cukup lama ini menyebabkan penyakit berbahaya ini menjangkiti hampir seluruh birokrasi pemerintahan maupun non pemerintahan di Indonesia.
Dari level tertinggi pejabat negara, sampai ke tingkat RT yang paling rendah. Perkembangan yang cukup subur ini berlangsung selama puluhan tahun. Akibatnya penyakit ini telah menjangkiti sebagian generasi yang kemudian diturunkan ke generasi berikutnya. Oleh sebab itu, salah satu cara untuk memutuskan rantai generasi korupsi adalah dengan menjaga kebersihan generasi muda dari jangkitan virus korupsi.
- 2. Sistem Penegakan Hukum yang Lemah
Indonesia memiliki banyak sekali undang-undang dan landasan hukum yang mengatur tentang pelarangan penyakit korupsi, kolusi dannepotisme. Isi dan kandungan undang-undang tersebut bisa saja diubah sewaktu-waktu untuk menyesuaikan dengan kondisi yang ada.
Yang menjadi persoalan sekarang adalah para penegak hukum itu sendiri. Munculnya istilah mafia hukum merupakan bukti kerendahan mental para penegak hukum di Indonesia. Lagi-lagi karena pengaruh budaya korupsi yang sudah cukup kronis menjangkiti Indonesia. Para petugas hukum yang ditugaskan untuk mengadili para koruptor alih-alih malah menerima amplop dari para koruptor.
Ditugaskan menjadi petugas malah menggadaikan diri menjadi koruptor. Inilah hal miris yang kerap dialami disetiap penanganan kasus-kasus korupsi di Indonesia. Bagaimana mungkin seorang petugas hukum akan tegas memberikan hukuman pada koruptor, kalau dirinya sendiri ternyata juga seorang koruptor.
Dampak yang Diakibatkan Korupsi
- Bidang Demokrasi
Korupsi menunjukan tantangan serius terhadap pembangunan. Di dalam dunia politik, korupsi mempersulit demokrasi dan tata pemerintahan yang baik (good governance) dengan cara menghancurkan proses formal.
Korupsi di pemilihan umum dan di badan legislatif mengurangi akuntabilitas dan perwakilan di pembentukan kebijaksanaan; korupsi di sistem pengadilan menghentikan ketertiban hukum; dan korupsi di pemerintahan publik menghasilkan ketidak-seimbangan dalam pelayanan masyarakat. Secara umum, korupsi mengkikis kemampuan institusi dari pemerintah, karena pengabaian prosedur, penyedotan sumber daya, dan pejabat diangkat atau dinaikan jabatan bukan karena prestasi. Pada saat yang bersamaan, korupsi mempersulit legitimasi pemerintahan dan nilai demokrasi seperti kepercayaan dan toleransi.
- Bidang Ekonomi
Korupsi juga mempersulit pembangunan ekonomi dan mengurangi kualitas pelayanan pemerintahan.
Korupsi juga mempersulit pembangunan ekonomi dengan membuat distorsi dan ketidak efisienan yang tinggi. Dalam sektor privat, korupsi meningkatkan ongkos niaga karena kerugian dari pembayaran ilegal, ongkos manajemen dalam negosiasi dengan pejabat korup, dan risiko pembatalan perjanjian atau karena penyelidikan.
Walaupun ada yang menyatakan bahwa korupsi mengurangi ongkos (niaga) dengan mempermudah birokrasi, konsensus yang baru muncul berkesimpulan bahwa ketersediaan sogokan menyebabkan pejabat untuk membuat aturan-aturan baru dan hambatan baru. Dimana korupsi menyebabkan inflasi ongkos niaga, korupsi juga mengacaukan “lapangan perniagaan”. Perusahaan yang memiliki koneksi dilindungi dari persaingan dan sebagai hasilnya mempertahankan perusahaan-perusahaan yang tidak efisien.
Korupsi menimbulkan distorsi (kekacauan) di dalam sektor publik dengan mengalihkan investasi publik ke proyek-proyek masyarakat yang mana sogokan dan upah tersedia lebih banyak. Pejabat mungkin menambah kompleksitas proyek masyarakat untuk menyembunyikan praktek korupsi, yang akhirnya menghasilkan lebih banyak kekacauan. Korupsi juga mengurangi pemenuhan syarat-syarat keamanan bangunan, lingkungan hidup, atau aturan-aturan lain. Korupsi juga mengurangi kualitas pelayanan pemerintahan dan infrastruktur; dan menambahkan tekanan-tekanan terhadap anggaran pemerintah.
Para pakar ekonomi memberikan pendapat bahwa salah satu faktor keterbelakangan pembangunan ekonomi di Afrika dan Asia, terutama di Afrika, adalah korupsi yang berbentuk penagihan sewa yang menyebabkan perpindahan penanaman modal (capital investment) ke luar negeri, bukannya diinvestasikan ke dalam negeri (maka adanya ejekan yang sering benar bahwa ada diktator Afrika yang memiliki rekening bank di Swiss).
Berbeda sekali dengan diktator Asia, seperti Soeharto yang sering mengambil satu potongan dari semuanya (meminta sogok), namun lebih memberikan kondisi untuk pembangunan, melalui investasi infrastruktur, ketertiban hukum, dan lain-lain. Pakar dari Universitas Massachussetts memperkirakan dari tahun 1970 sampai 1996, pelarian modal dari 30 negara sub-Sahara berjumlah US $187 triliun, melebihi dari jumlah utang luar negeri mereka sendiri. (Hasilnya, dalam artian pembangunan (atau kurangnya pembangunan) telah dibuatkan modelnya dalam satu teori oleh ekonomis Mancur Olson).
Dalam kasus Afrika, salah satu faktornya adalah ketidak-stabilan politik, dan juga kenyataan bahwa pemerintahan baru sering menyegel aset-aset pemerintah lama yang sering didapat dari korupsi. Ini memberi dorongan bagi para pejabat untuk menumpuk kekayaan mereka di luar negeri, diluar jangkauan dari ekspropriasi di masa depan.
- Bidang Kesejahteraan Negara
Korupsi politis ada dibanyak negara, dan memberikan ancaman besar bagi warga negaranya. Korupsi politis berarti kebijaksanaan pemerintah sering menguntungkan pemberi sogok, bukannya rakyat luas. Satu contoh lagi adalah bagaimana politikus membuat peraturan yang melindungi perusahaan besar, namun merugikan perusahaan-perusahaan kecil (SME). Politikus-politikus “pro-bisnis” ini hanya mengembalikan pertolongan kepada perusahaan besar yang memberikan sumbangan besar kepada kampanye pemilu mereka.
Pembahasan
Dampak Korupsi Bagi Dunia Usaha
Bagi dunia usaha korupsi punya dampak yang merugikan. Pertama, korupsi memperbesar biaya perusahaan karena perusahaan harus membayar biaya-biaya tidak resmi dan biaya tambahan karena tindakan korupsi. Penelitian Mudrajad Kuncoro (2004) pada industri berorientasi ekspor yang padat karya di 10 Kabupaten/Kota di Indonesia menemukan bahwa biaya tambahan karena korupsi mencapai 7,3 persen dari biaya perusahaan. Sedangkan penelitian Ari Kuncoro (2001) pada 1.736 perusahaan di 285 kabupaten dan kota di Indonesia menemukan besarnya biaya tambahan sebagai akibat tindakan korupsi mencapai 10 persen dari biaya total perusahaan. Besarnya biaya tambahan ini tentu akan mengurangi keuntungan dan efisiensi perusahaan. Sebuah penelitian menarik di Afrika yang dilakukan oleh Arthur dan Teal (2004) menemukan bahwa produktivitas perusahaan yang membayar suap hanya 2/3 dari perusahaan yang tak pernah membayar suap.
Kedua, sebagai dampak lebih lanjut dari biaya tambahan sebagai akibat tindakan korupsi tersebut, perusahaan biasanya akan menggeser beban biaya tambahan ini pada konsumen dengan cara menaikkan harga barang yang dijualnya. Kenaikan harga barang ini akan mengurangi daya beli konsumen. Karena daya beli konsumen turun maka pada akhirnya pengusaha juga akan menanggung akibatnya berupa penurunan omset penjualan.
Ketiga, biaya tambahan sebagai akibat tindakan korupsi yang harus ditanggung oleh pengusaha ternyata lebih “merugikan” dibandingkan pajak. Dalam tulisannya yang menarik berjudul “Why is Corruption So Much More Taxing Than Tax”(Mengapa Korupsi Lebih Memajaki daripada Pajak?) sebagai hasil penelitiannya di 45 negara, Shang Jin Wei (1997) menyatakan bahwa korupsi lebih merugikan daripada pajak karena biaya tambahan sebagai hasil korupsi tidak diimbangi dengan balas jasa apapun dari oknum pemerintah. Sementara jika pengusaha membayar pajak, ia akan mendapatkan balas jasa berupa pelayanan publik dan infrastruktur yang dibutuhkannya untuk menjalankan usahanya.
Karena ketiga dampak korupsi yang merugikan dunia usaha tersebut maka tidak heran jika korupsi merupakan hambatan yang cukup serius bagi investasi baik yang berasal dari dalam negeri maupun investasi asing. Berbagai penelitian menunjukkan hal itu. Penelitian Shang Jin Wei seperti dikutip di atas menemukan bahwa korupsi berdampak negatif terhadap investasi asing. PenelitianHines (1995) di AS menghasilkan hasil yang sama. Demikian pula penelitian Daniel Kaufmann (1997) di Ukraina dan Rusia juga menyimpulkan hal yang sama yaitu korupsi berdampak negatif terhadap investasi asing.
Karena berdampak negatif terhadap investasi padahal investasi adalah motor penggerak pertumbuhan ekonomi maka korupsi berdampak negatif pula terhadap pertumbuhan ekonomi. Penelitian Paulo Mauro (1997) di 70 negara menemukan bahwa korupsi berdampak negatif terhadap pertumbuhan ekonomi. Demikian juga penelitian Vito Tanzi (1998) di beberapa negara sedang berkembang menemukan hal yang sama.
Dengan menggunakan data Indeks Persepsi Korupsi di 21 daerah di Indonesia hasil survai Transparency International Indonesia (2004) dan PDRB per kapita di 21 daerah yang menjadi sampel tersebut, saya pernah menganalisis pengaruh korupsi dan pertumbuhan ekonomi daerah dengan menggunakan regresi. Hasil regresi menunjukkan bahwa korupsi berdampak negatif terhadap pertumbuhan ekonomi daerah.
Memberantas Korupsi
Dalam kasus ini, melihat bahwa korupsi berdampak negatif terhadap investasi dan akhirnya pertumbuhan ekonomi, padahal investasi sangat dibutuhkan untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi 7 persen per tahun maka bagaimanapun korupsi di Indonesia harus diberantas. Ada beberapa langkah yang bisa ditempuh. Pertama, pembenahan aparatur negara terutama dari segi kesejahteraan dan mental memang harus terus dilakukan karena rendahnya gaji pegawai negeri dan mental yang buruk merupakan salah satu sebab terjadinya korupsi di Indonesia. Kedua, pembenahan administrasi dalam pelayanan publik misalnya pendirian kantor-kantor pelayanan satu atap (One Stop Service) dalam pelayanan investasi perlu dipercepat di semua daerah. Karena birokrasi yang berbelit merupakan salah satu penyebab terjadinya korupsi di Indonesia.
Ketiga, mendorong partisipasi usaha swasta untuk ikut memberantas korupsi. Caranya salah satunya adalah dengan memberi penghargaan bagi perusahaan yang berani melaporkan adanya tindak korupsi yang dilakukan oleh aparat pemerintah.
Keempat, mendorong lebih besarnya partisipasi wanita dalam berbagai kegiatan khususnya kegiatan pemerintahan. Sebab menurut berbagai hasil penelitian antara lain penelitian Anand Swammy (2000), wanita cenderung lebih tidak korup dibanding laki-laki.
Cara Memberantas Tindak Pidana Korupsi
Strategi Preventif
Strategi ini harus dibuat dan dilaksanakan dengan diarahkan pada hal-hal yang menjadi penyebab timbulnya korupsi. Setiap penyebab yang terindikasi harus dibuat upaya preventifnya, sehingga dapat meminimalkan penyebab korupsi. Disamping itu perlu dibuat upaya yang dapat meminimalkan peluang untuk melakukan korupsi dan upaya ini melibatkan banyak pihak dalam pelaksanaanya agar dapat berhasil dan mampu mencegah adanya korupsi.
- Strategi Deduktif
Strategi ini harus dibuat dan dilaksanakan terutama dengan diarahkan agar apabila suatu perbuatan korupsi terlanjur terjadi, maka perbuatan tersebut akan dapat diketahui dalam waktu yang sesingkat-singkatnya dan seakurat-akuratnya, sehingga dapat ditindaklanjuti dengan tepat. Dengan dasar pemikiran ini banyak sistem yang harus dibenahi, sehingga sistem-sistem tersebut akan dapat berfungsi sebagai aturan yang cukup tepat memberikan sinyal apabila terjadi suatu perbuatan korupsi. Hal ini sangat membutuhkan adanya berbagai disiplin ilmu baik itu ilmu hukum, ekonomi maupun ilmu politik dan sosial.
- Strategi Represif
Strategi ini harus dibuat dan dilaksanakan terutama dengan diarahkan untuk memberikan sanksi hukum yang setimpal secara cepat dan tepat kepada pihak-pihak yang terlibat dalam korupsi. Dengan dasar pemikiran ini proses penanganan korupsi sejak dari tahap penyelidikan, penyidikan dan penuntutan sampai dengan peradilan perlu dikaji untuk dapat disempurnakan di segala aspeknya, sehingga proses penanganan tersebut dapat dilakukan secara cepat dan tepat. Namun implementasinya harus dilakukan secara terintregasi.
Bagi pemerintah banyak pilihan yang dapat dilakukan sesuai dengan strategi yang hendak dilaksanakan. Bahkan dari masyarakat dan para pemerhati / pengamat masalah korupsi banyak memberikan sumbangan pemikiran dan opini strategi pemberantasan korupsi secara preventif maupun secara represif antara lain :
- Konsep “carrot and stick” yaitu konsep pemberantasan korupsi yang sederhana yang keberhasilannya sudah dibuktikan di Negara RRC dan Singapura. Carrot adalah pendapatan netto pegawai negeri, TNI dan Polri yang cukup untuk hidup dengan standar sesuai pendidikan, pengetahuan, kepemimpinan, pangkat dan martabatnya, sehingga dapat hidup layak bahkan cukup untuk hidup dengan “gaya” dan “gagah”. Sedangkan Stick adalah bila semua sudah dicukupi dan masih ada yang berani korupsi, maka hukumannya tidak tanggung-tanggung, karena tidak ada alasan sedikitpun untuk melakukan korupsi, bilamana perlu dijatuhi hukuman mati.
- Gerakan “Masyarakat Anti Korupsi” yaitu pemberantasan korupsi di Indonesia saat ini perlu adanya tekanan kuat dari masyarakat luas dengan mengefektifkan gerakan rakyat anti korupsi, LSM, ICW, Ulama NU dan Muhammadiyah ataupun ormas yang lain perlu bekerjasama dalam upaya memberantas korupsi, serta kemungkinan dibentuknya koalisi dari partai politik untuk melawan korupsi. Selama ini pemberantasan korupsi hanya dijadikan sebagai bahan kampanye untuk mencari dukungan saja tanpa ada realisasinya dari partai politik yang bersangkutan. Gerakan rakyat ini diperlukan untuk menekan pemerintah dan sekaligus memberikan dukungan moral agar pemerintah bangkit memberantas korupsi.
- Gerakan “Pembersihan” yaitu menciptakan semua aparat hukum (Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan) yang bersih, jujur, disiplin, dan bertanggungjawab serta memiliki komitmen yang tinggi dan berani melakukan pemberantasan korupsi tanpa memandang status sosial untuk menegakkan hukum dan keadilan. Hal ini dapat dilakukan dengan membenahi sistem organisasi yang ada dengan menekankan prosedur structure follows strategy yaitu dengan menggambar struktur organisasi yang sudah ada terlebih dahulu kemudian menempatkan orang-orang sesuai posisinya masing-masing dalam struktur organisasi tersebut.
- Gerakan “Moral” yang secara terus menerus mensosialisasikan bahwa korupsi adalah kejahatan besar bagi kemanusiaan yang melanggar harkat dan martabat manusia. Melalui gerakan moral diharapkan tercipta kondisi lingkungan sosial masyarakat yang sangat menolak, menentang, dan menghukum perbuatan korupsi dan akan menerima, mendukung, dan menghargai perilaku anti korupsi. Langkah ini antara lain dapat dilakukan melalui lembaga pendidikan, sehingga dapat terjangkau seluruh lapisan masyarakat terutama generasi muda sebagai langlah yang efektif membangun peradaban bangsa yang bersih dari moral korup.
- Gerakan “Pengefektifan Birokrasi” yaitu dengan menyusutkan jumlah pegawai dalam pemerintahan agar didapat hasil kerja yang optimal dengan jalan menempatkan orang yang sesuai dengan kemampuan dan keahliannya. Dan apabila masih ada pegawai yang melakukan korupsi, dilakukan tindakan tegas dan keras kepada mereka yang telah terbukti bersalah dan bilamana perlu dihukum mati karena korupsi adalah kejahatan terbesar bagi kemanusiaan dan siapa saja yang melakukan korupsi berarti melanggar harkat dan martabat kehidupan.
Kesimpulan dan Saran
Kesimpulan
Korupsi merupakan tindak pidana korupsi dalam berbagai bentuk mencakup pemerasan, penyuapan dan lain sebagainya yang dapat merugikan Negara dan bisnis-bisnis didalamnya dan disamping itu menguntungkan pihak tertentu dengan cara yang bertentangan dengan hokum
Saran
Pemerintah dan masyarakat harus secara bersama-sama memberantas korupsi dengan landasan hokum yang kuat dan didukung dengan kesadaran moral dari rakyat itu sendiri untuk secara tegas menolak apapun bentuk korupsi.
Sumber :
Dr. Ulul Albab, 2009. A to Z Korupsi: Menumbuhkembangkan Spirit Antikorupsi. Jaring Pena
Jahja. Juni Sjafrien, 2012. Say No To Korupsi: Mengenal. Mencegah & Memberantas Korupsi di Indonesia.Visimedia. Jakarta
http://www.kajianpustaka.com/2013/08/pengertian-model-bentuk-jenis-korupsi.html
http://nugroho-sbm.blogspot.com/2009/12/korupsi-hambat-investasi.html
http://banyugroup.blogspot.com/2011/11/makalah-korupsi.html
https://denyrizkykurniawan.wordpress.com/2012/11/25/faktor-penyebab-korupsi/
Link : http://www.gunadarma.ac.id